1. Maskumambang
Adalah gambaran dimana manusia masih di alam ruh,
yang kemudian ditanamkan dalam rahim/ gua garba ibu kita. Dimana pada waktu di
alam ruh ini Allah SWT telah bertanya pada ruh-ruh kita: “Alastu Bi Robbikum”,
“Bukankah AKU ini Tuhanmu”, dan pada waktu itu ruh-ruh kita telah menjawabnya:
“Qoolu Balaa Sahidna”, “Benar (Yaa Allah Engkau adalah Tuhan kami) dan kami
semua menjadi saksinya”.
2. Mijil
Merupakan ilustrasi dari proses kelahiran
manusia, mijil/mbrojol/mencolot dan keluarlah jabang bayi bernama manusia. Ada
yang mbrojol di India, ada yang di China, di Afrika, di Eropa, di Amerika dst.
Maka beruntunglah kita lahir di bumi pertiwi yang konon katanya Gemah Ripah Loh
Jinawi Tata Tentrem Karta Raharjo Lir Saka Sambikala. Dan bukan terlahir di
Somalia, Etiopia atau negara-negara bergizi buruk lainnya.
3.Sinom.
Adalah lukisan dari masa muda, masa yang indah,
penuh dengan harapan dan angan-angan.
4. Kinanthi.
Masa pembentukan jatidiri dan meniti jalan menuju
cita-cita. Kinanti berasal dari kata kanthi atau tuntun yang bermakna bahwa
kita membutuhkan tuntunan atau jalan yang benar agar cita-cita kita bisa
terwujud. Misalnya belajar dan menuntut ilmu secara sungguh-sungguh.”Apa yang
akan kita petik esok hari adalah apa yang kita tanam hari ini”.
“In Ahsantum, Ahsantum ILaikum, Walain Asa’tum Falahaa”, “Jika kamu berbuat
kebajikan maka kebajikan itu akan kembali padamu, tapi jika kamu berbuat jahat
itu akan kembali padamu juga”.
5. Asmarandana.
Menggambarkan masa-masa dirundung asmara, dimabuk
cinta, ditenggelamkan dalam lautan kasih. Asmara artinya cinta, dan Cinta
adalah ketulusan hati, meminjam istilahnya kang Ebiet G.Ade dalam lagunya: “
Cinta Yang Kuberi Setulus Hatiku Entah Apa Yang Kuterima Aku Tak Peduli”. Cinta
adalah anugerah terindah dari Gusti Allah dan bagian dari tanda-tanda
keAgungan-Nya. “…..Waja’alna Bainakum Mawwaddah Wa Rahmah, Inna Fi Dzaalika
La’aayatil Liqoumi Yatafakkaruun”. “…Dan Kujadikan diantara kalian Cinta dan
Kasih Sayang, sesungguhnya didalamnya merupakan tanda-tanda(Ke-Agungan-Ku) bagi
kaum yang berfikir”.
6. Gambuh.
Awal kata gambuh adalah jumbuh / bersatu yang
artinya komitmen untuk menyatukan cinta dalam satu biduk rumah tangga. Dan inti
dari kehidupan berumah tangga itu yaitu: “ Hunna Li Baasulakum, Wa Antum
Libaasu Lahun”, “Istri-istrimu itu merupakan pakaian bagimu, dan kamu adalah
merupakan pakaian baginya”. Lumrahnya fungsi pakaian adalah untuk menutupi
aurat, untuk melindungi dari panas dan dingin.Dalam berumah tangga seharusnya
saling menjaga, melindungi dan mengayomi satu sama lain, agar biduk rumah
tangga menjadi harmonis dan sakinah dalam naungan Ridlo-Nya.
7. Dhandhanggula.
Gambaran dari kehidupan yang telah mencapai tahap
kemapanan sosial, kesejahteraan telah tercapai, cukup sandang, papan dan pangan
(serta tentunya terbebas dari hutang piutang). Kurangi Keinginan Agar Terjauh
Dari Hutang, sebab kata Iwan Fals: “ Keinginan adalah sumber penderitaan
”.Hidup bahagia itu kuncinya adalah rasa syukur, yakni selalu bersyukur atas
rezeki yang di anugerahkan Allah SWT kepada kita.
8. Durma.
Sebagai wujud dari rasa syukur kita kepada Allah
maka kita harus sering berderma, durma berasal dari kata darma / sedekah
berbagi kepada sesama. Dengan berderma kita tingkatkan empati sosial kita
kepada saudara-saudara kita yang kekurangan, mengulurkan tangan berbagi
kebahagiaan, dan meningkatkan kepekaan jiwa dan kepedulian kita terhadap
kondisi-kondisi masyarakat disekitar kita. “Barangsiapa mau meringankan beban
penderitaan saudaranya sewaktu didunia, maka Allah akan meringankan bebannya
sewaktu di Akirat kelak”.
9. Pangkur.
Pangkur atau mungkur artinya menyingkirkan hawa
nafsu angkara murka, nafsu negatif yang menggerogoti jiwa kita. Menyingkirkan
nafsu-nafsu angkara murka, memerlukan riyadhah / upaya yang sungguh-sungguh,
dan khususnya di bulan Ramadhan ini mari kita gembleng hati kita agar bisa
meminimalisasi serta mereduksi nafsu-nafsu angkara yang telah mengotori
dinding-dinding kalbu kita.
10. Megatruh
Megatruh atau megat roh berarti terpisahnya nyawa dari jasad kita, terlepasnya
Ruh / Nyawa menuju keabadian (entah itu keabadian yang Indah di Surga, atau
keabadian yang Celaka yaitu di Neraka).“Kullu Nafsin Dzaaiqotul Maut“, “Setiap
Jiwa Pasti Akan Mati“.“ Kullu Man Alaiha Faan“,“Setiap Manusia Pasti Binasa“. Akankah
kita akan menjumpai Kematian Yang Indah (Husnul Qootimah) ataukah sebaliknya ? Seperti
kematian Pujangga kita WS Rendra, disaat bulan sedang bundar-bundarnya (bulan
Purnama) ditengah malam bulan Sya’ban tepat pada tanggal 6 Agustus atau tanggal
15 Sya’ban (Nisfu Sya’ban). Diatas ranjang kematiannya, menjelang saat-saat
Sakratul Mautnya dia bersyair: “Aku ingin kembali pada jalan alam, “Aku ingin
meningkatkan pengabdian pada Allah, “Tuhan aku cinta pada-Mu”
11. Pocung (Pocong / dibungkus kain mori putih)
Manakala yang tertinggal hanyalah jasad belaka,
dibungkus dalam balutan kain kafan / mori putih, diusung dipanggul laksana
raja-raja, itulah prosesi penguburan jasad kita menuju liang lahat, rumah
terakhir kita didunia. “Innaka Mayyitun Wainnahum Mayyituuna“, “Sesungguhnya
kamu itu akan mati dan mereka juga akan mati”.